Perlu kalian ketahui, sampai hari ini hanya ada dua gerakan yang
masih konsisten dalam rangka mengkampanyekan ideologinya. Apa itu? Gema
Pembebasan dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Lho, kok cuma dua saja? Kemana HMI, PMII dan IMM?
“Mereka masih ada kok, hanya saja mereka terlihat absen dari percaturan wacana”.
Terus
terang saya sendiri bukanlah salah satu anggota dari lima organisasi
pergerakan yang disebutkan di atas. Tapi jika melihat faktanya cukup
kaget ketika menyaksikan organisasi macam HMI, PMII dan IMM mengalami
kemandulan intelektual.
Sah-sah saja jika dalam internal mereka
mengelak dikatakan mengalami kemandulan intelektual dengan alasan
dinamika masih terus terjadi. Namun, sebagai outsider, saya belum pernah melihatnya.
Kembali
ke dua organisasi yang masih konsisten tadi, sebetulnya saya lebih
condong ke Gema Pembebasan. Karena saya melihat sampai hari ini mereka
masih kontinyu mengampanyekan ideologi-ideologi Islamnya. Tawarannya pun
sudah sangat jelas yakni ‘konsep Khilafah Islamiyyah’. Sedangkan KAMMI
terlihat masih kurang tegas menawarkan konsepnya selain mengutip
pandangan-padangan Hasan al-Banna sebagai repesentasi salah satu
ideologi Islam.
Bagaimana dengan HMI, PMII dan IMM? Terus terang
saya melihat ketiga organisasi tersebut sama sekali masih belum jelas
konsep yang ditawarkan. Kampanyenya melalui pamflet atau buletin di
kampus-kampus pun jarang terlihat. Beda dengan Gema Pembebasan yang
hampir tiap minggu menyebarkan buletin di kampus-kampus maupun di
masjid-masjid.
Sepengetahuan saya, HMI masih terus menjajakan Islam Tamaddun. Namun, bagaimana cara pandang Islam Tamaddun
dalam menghadapi realitas hari ini? Jawaban atas pertanyaan itu belum
banyak terekspos dan banyak kader-kadernya yang belum memahami Islam Tamaddun.
Sedangkan
PMII, pastinya tidak akan berbeda jauh dari Nahdlatul Ulama dengan
Konsep Islam Nusantara yang baru-baru ini menjadi pembahasan di muktamar
kemarin. Tapi lagi-lagi, artikulasi konsep Islam Nusantara yang mereka
tawarkan masih belum tersemai secara massal.
Apalagi IMM, terus
terang sama sekali saya tidak tahu-menahu wacana apa yang hari ini
mereka tawarkan, apakah konsep Islam Berkemajuan sebagaimana jadi
pembahasan pada muktamar kemarin atau masih menggunakan konsep Tauhid
Sosial ala Amien Rais.
Ketiga organisasi terbesar di Indonesia itu
membuat saya (maaf) kesal. HMI, PMII dan IMM itu sangat ditunggu
kiprahnya di kampus-kampus sebagai elan vital dari pergerakan mereka
sendiri. Jangan-jangan, mereka sudah terlalu letih ketika berlama-lama
‘jualan’ namun tidak laku-laku? Atau kader-kader saat ini sama sekali
tidak menggeluti pemikiran Islam secara baik. Semoga saja itu bukan
alasan yang benar kenapa hari ini mereka lesu.
Terus terang, saya
sudah beberapa kali berdiskusi dengan beberapa senior mereka yang masih
sering terlihat di sekitaran kampus. Saya selalu bertanya kepada mereka,
kapan mereka bisa membuat ruang ruang publik yang dinamis dan penuh
dengan sebaran wacana. Misalkan satu organisasi menawarkan wacana dan
organisasi lain akan membawa produknya masing-masing sebagai pelengkap
atau counter.
Padahal saya yakin 100% bahwa konsep yang
ditawarkan HMI, PMII maupun IMM pasti berbeda dengan Gema Pembebasan
yang dengan gamblangnya mengusung Khilafah Islamiyyah. Tapi kenapa
mereka masih saja diam, dan sama sekali tidak melakukan counter wacana.
Kalaupun ada, belum secara massal tindakan kongkret yang terlihat.
Sekali
lagi pengertian counter wacana yang dimaksud dalam konteks ini tentu
saja bukan adu jotos wacana, konflik wacana, atau debat kusir yang tidak
menemui kesepakatan. Pengertian counter wacana dalam hal ini lebih kepada debat wacana dalam kerangka fastabiquul khoiroot—berloma-lomba menuju kebaikan.
Coba kita bayangkan bila di kampus kita membuat sebuah forum batsul masail
yang pembicaranya dari mahasiswa dengan menghadirkan lima organisasi
Islam yang disebutkan di atas. Mereka datang dengan membawa referensinya
masing-masing.
Pasti satu dengan yang lain akan mempertimbangkan
standar hukum masing-masing. Tapi, itulah dinamika batsul masail. Saya
yakin dengan begitu ada proses ijtihad yang mereka lakukan dengan
mengupayakan segala daya pikiran, pemahaman, juga kejernihan akal budi
dalam rangkan mencari sebuah pemecahan masalah yang produktif bagi
kemanusiaan, kehidupan juga keislaman.
Ruang publik semacam itulah
yang saya rindukan. Satu organisasi dengan yang lain menawarkan idenya,
tanpa perlu terjebak kepada klaim kebenaran. Dampak dari adu wacana
tersebut adalah transfer pengetahuan kepada publik. Publik, dengan
kedewasaannya akan memilih ide mana yang sesuai dengan pikiran dan
keyakinannya masing-masing. Sedangkan hari ini, semua itu tidak nampak
di kampus yang sebenarnya sangat potensial untuk meluruskan nilai-nilai
keislaman.
Maka, jangan heran ketika saya mengatakan bahwa HMI,
PMII maupun IMM kurang memainkan kampanye konsepnya dalam rangka dakwah
Islam. Lain halnya dengan Gema Pembebasan dan KAMMI yang masih sering
terlihat dengan pernyataan-pernyataan sikap tegasnya.
Jika HMI,
PMII dan IMM hanya sebatas pencarian ‘kader, kader dan kader’, saya
yakin nasib dunia pergerakan mahasiswa tidak akan menjajikan. Hal
buruknya, organisasi mereka akan dicap sebagai ‘organisasi yang mandul’.
Saya
cukup salut kepada Gema Pembebasan dan KAMMI yang masih tetap militan
dalam rangka menawarkan konsepnya kepada publik. Meskipun dua organisasi
itu masih tetap memiliki sejumlah kritik mendasar. Tapi, adanya mereka
lebih baik daripada absennya HMI, PMII dan IMM dalam memberikan konsep
keislaman ke publik.
Sumber : http://mahasiswabicara.com
Friday, May 6, 2016
Home »
Artikel Mahasiswa
» Ketika HMI, PMII dan IMM Tak Sedahsyat Gema Pembebasan dan KAMMI
Ia ji, banyak belajar ust.
ReplyDeleteIa ji, banyak belajar ust.
ReplyDeleteTolong diperbaiki lagi tulisanya. Jangan melihat dari satu sisi buruknya saja.
ReplyDelete