KH Akhmad Sodiq menjelaskan bahwa tujuan diajarkannya tarekat adalah untuk melembutkan dan melenturkan perasaan seseorang.
“Tarekat
digunakan untuk melembutkan perasaan. Semua sifat buruk akan
dilenturkan dengan tarekat,” kata Kiai Sodiq saat menjadi pembicara pada
acara Safari Ramadlan Menepis Radikalisme dengan Spiritualisme di
Masjid Fathullah, Kampus UIN Ciputat, Rabu (8/6).
Kiai
Sodiq menerangkan, ada lima cara yang bisa merubah sifat buruk menjadi
baik. “Sifat buruk bisa dirubah dengan cepat adalah dengan dzikir,
ibadah, wuquful qolbi, tawajjuh, dan mujahadah riyadhoh (pembiasaan),” jelas dosen UIN Jakarta tersebut.
Menurutnya, di sekolah hanya menggunakan mujahadah riyadhoh atau
pembiasaan sebagai metode untuk merubah sifat jelek seseorang agar
menjadi baik, tetapi kalau di tarekat semuanya diajarkan dan digunakan.
Kelima cara tersebut terangkum ke dalam satu wadah, yaitu ibadah.
Ia mengumpamakan sifat jelek itu seperti es batu, sedangkan ibadah itu ibarat matahari.
“Semakin kuat sinarnya, maka semakin cepat dan mudah es batu tersebut hancur,” tegasnya.
Lebih
lanjut, Kiai Sodiq menjelaskan bahwa tidak sedikit mursyid atau ahli
tarekat yang menolak anak muda untuk bergabung ke dalam kelompok tarekat
yang mereka pimpin, hal tersebut dikarenakan mereka sangat menjaga
tarekat.
“Kalau ada mursyid yang tidak mau mengijazahkan tarekat, jangan su’udzan. Mungkin dia sangat berhati-hati,” tukasnya.
Sementara
itu, Ketua Umum Mahasiswa Ahlu At-Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An- Nahdliyah
(Matan) Cabang Ciputat Ahmad Atmo Prawiro menjelaskan, keberadaan Matan
bisa menjadi organisasi alternatif di tengah-tengah mahasiswa yang
berpikiran pragmatis.
Untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, anggota Tarekat
Al-Mu’tabaroh An Nahdliyah memfida’i (mendenda) dirinya sendiri dengan
cara menabung dzikir kalimat Laailaahaillallah sebanyak 70.000 kali.
”Semua ahli Thoriqoh Al-Mu’tabaroh diharapkan bisa mida’i
diriya dengan menabung dzikir 70.000 kali. Tabungan ini dimaksudkan
untuk bisa lebih dekat kepada Allah. Baik di dunia maupun di akhirat
nanti,’’ujar KH. Harun Ismail saat memberikan tausiyah pada penutupan
Jamiyah Ahli Thoriqoh Naqshobandi Kholidiyah di Pesantren Mambaul Hikam
Mantenan, Udanawu, Blitar, Senin (23/5) malam.
Menurut kiai Harun, dzikir tersebut tidak harus diselesaikan sekaligus dalam satu majlis. Namun bisa dicicil beberapa kali.
”Mungkin
para jamaah setiap hari sibuk dengan pekerjaan. Bisa dikerjakaan seusai
shalat rowatib. Misalnya setiap habis shalat wajib kita membaca 100
atau 200 dzikir saja. Kan nanti akhirnya bisa lunas 70.000 bacaan
dzikir,’’ ungkap Kiai Harun yang juga anggota Musytasar PCNU Kabupaten
Blitar.
Saat ini pimpinan tarekat (mursyid) di
wilayah tersebut dipegang KH Diya’uddin Azam-zami setelah menggantikan
ayahnya, KH. Ahmad Zubaidi Abdulu Ghofur yang wafat 4 tahun lalu.
Pesantren
Mambaul Hikam menjadi pusat Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah untuk
wilayah Blitar. Pesantren ini memiliki jumlah santri sekitar 1500.
Sedangkan anggota tarekatnya mencapi 5000 orang yang menyebar di
Kabupaten Blitar, Malang, Tulungagung, Kediri dan sekitarnya. Setiap
Senin malam, kegiatan tarekat di pesantren ini dilaksanakan sulukan.
No comments:
Post a Comment