Saturday, June 11, 2016

Untuk apa Bertarekat?

KH Akhmad Sodiq menjelaskan bahwa tujuan diajarkannya tarekat adalah untuk melembutkan dan melenturkan perasaan seseorang.

“Tarekat digunakan untuk melembutkan perasaan. Semua sifat buruk akan dilenturkan dengan tarekat,” kata Kiai Sodiq saat menjadi pembicara pada acara Safari Ramadlan Menepis Radikalisme dengan Spiritualisme di Masjid Fathullah, Kampus UIN Ciputat, Rabu (8/6).  

Kiai Sodiq menerangkan, ada lima cara yang bisa merubah sifat buruk menjadi baik. “Sifat buruk bisa dirubah dengan cepat adalah dengan dzikir, ibadah, wuquful qolbi, tawajjuh, dan mujahadah riyadhoh (pembiasaan),” jelas dosen UIN Jakarta tersebut.

Menurutnya, di sekolah hanya menggunakan mujahadah riyadhoh atau pembiasaan sebagai metode untuk merubah sifat jelek seseorang agar menjadi baik, tetapi kalau di tarekat semuanya diajarkan dan digunakan. Kelima cara tersebut terangkum ke dalam satu wadah, yaitu ibadah.
Ia mengumpamakan sifat jelek itu seperti es batu, sedangkan ibadah itu ibarat matahari. 

“Semakin kuat sinarnya, maka semakin cepat dan mudah es batu tersebut hancur,” tegasnya. 

Lebih lanjut, Kiai Sodiq menjelaskan bahwa tidak sedikit mursyid atau ahli tarekat yang menolak anak muda untuk bergabung ke dalam kelompok tarekat yang mereka pimpin, hal tersebut dikarenakan mereka sangat menjaga tarekat.

“Kalau ada mursyid yang tidak mau mengijazahkan tarekat, jangan su’udzan. Mungkin dia sangat berhati-hati,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Mahasiswa Ahlu At-Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An- Nahdliyah (Matan) Cabang Ciputat Ahmad Atmo Prawiro menjelaskan, keberadaan Matan bisa menjadi organisasi alternatif di tengah-tengah mahasiswa yang berpikiran pragmatis.

Pengurus Matan Cabang Ciputat dilantik pada 11 April 2016 di Masjid Fathullah. Mereka secara rutin mengelar pengajian dan diskusi tarekat melalui Café Sufi.


Untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, anggota Tarekat Al-Mu’tabaroh An Nahdliyah memfida’i  (mendenda) dirinya sendiri dengan cara menabung dzikir kalimat Laailaahaillallah sebanyak 70.000 kali.

”Semua ahli Thoriqoh Al-Mu’tabaroh diharapkan bisa mida’i diriya dengan menabung dzikir 70.000 kali. Tabungan ini dimaksudkan untuk bisa lebih dekat kepada Allah. Baik di dunia maupun di akhirat nanti,’’ujar KH. Harun Ismail saat memberikan tausiyah pada penutupan Jamiyah Ahli Thoriqoh Naqshobandi Kholidiyah di Pesantren Mambaul Hikam Mantenan, Udanawu, Blitar, Senin (23/5) malam.

Menurut kiai Harun, dzikir tersebut tidak harus diselesaikan sekaligus dalam satu majlis. Namun bisa dicicil beberapa kali.

”Mungkin para jamaah setiap hari sibuk dengan pekerjaan. Bisa dikerjakaan seusai shalat rowatib. Misalnya setiap habis shalat wajib kita membaca 100 atau 200 dzikir saja. Kan nanti akhirnya bisa lunas 70.000 bacaan dzikir,’’ ungkap Kiai Harun yang juga anggota Musytasar PCNU Kabupaten Blitar.

Saat ini pimpinan tarekat (mursyid) di wilayah tersebut dipegang KH Diya’uddin Azam-zami setelah menggantikan ayahnya, KH. Ahmad Zubaidi Abdulu Ghofur yang wafat 4 tahun lalu.

Pesantren Mambaul Hikam menjadi pusat Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah untuk wilayah Blitar. Pesantren ini memiliki jumlah santri sekitar 1500. Sedangkan anggota tarekatnya mencapi 5000 orang yang menyebar di Kabupaten Blitar, Malang, Tulungagung, Kediri dan sekitarnya. Setiap Senin malam, kegiatan tarekat di pesantren ini dilaksanakan sulukan.

Selain menjadi pusat kegiatan tarekat, Pesantren Mambaul Hikam ini juga menjadi pusat kegiatan sholawat Nariyah Mughistul Al-Mughits yang memiliki jamaah puluhan ribu orang. Jamiyyah ini dipimpin oleh KH. Sunhaji Nawal Karim Zubaidi Abdul Ghofur yang juga adik kandung Kiai Diya’uddin Azam-zami.(Red/Al-majdub)
Share:

No comments:

Post a Comment

JOIN US !

JOIN US !

KONTAK REDAKSI

Jl. Raya Kepuharjo 18A PPAI An-Nahdliyah
Karangploso Malang. Kode Pos : 65162.
Contac Person : 081282577492 - 081235248670