“…Mahasiswa takut dengan Dosen, Dosen takut
dengan Dekan, Dekan takut dengan Rektor, Rektor takut dengan Menteri, Menteri
takut dengan Presiden, Presiden takut dengan Mahasiswa…”
(Puisi Taufik Ismail di kutip oleh Pahmi Sy dalam “Politik Pencitraan”: 2010., hal-202)
Petikan puisi yang lazim di pekikkan
ini menggambarkan betapa mahasiswa memiliki kekuatan dasyat, orang nomor satu
dalam suatau negara berhasil”ditakut-takuti”. Berbagai kekuasaan rezim
dilengserkan. Di Indonesia lensernya Sukarno bersama Orde-lama dan turunnya
Suharto beserta Orde-baru adalah prasasti sejarah sepak terjang mahasiswa dalam
mendepak otoriterisme. Di beberapa negara dunia, seperti revolusi Rusia 1917
juga melibatkan mahasiswa sebagaimana disampaikan I.V Lenin sendiri dalam what is to be done, Revolusi di
Filiphina menumbangkam rezim Marcos, maupun rezim Franco di Spanyol juga
melibatkan peran mahasiswa. Di Mesir mahasiswa menjadi bagian dari suara-suara
demokrasi hingga rezim Husni Mubarok terjungkal, pun di Libya meski pada
akhirnya Muammar Khadafi tewas ditangan para opposan. Di lapangan Tiananmen,
Beijing, sempat menumpahkan darah demokrasi, meski berhasil diredam oleh rezim
komunis Cina. Sungguh menakutkan bagi para penguasa!
Namun, untaian sajak diatas juga
mengungkapkan sisi lain mahasiswa dan mungkin itu adalah lemahnya, karena
mereka tidak bisa sepenuhnya sebagai simbol segala bentuk pelumpuhan kekuasaan.
Di beberapa momen harus di akui bahwa perlawanan mahasiswa berhasil diredam.
Bahkan sesekali ditunggangi oleh elite
demi perebutan kekuasaan. Ini menjadi semacam dua sisi koin kekuasaan
sama--sama punya kelebihan dan kekurangan.
Penguasa yang
takut pada mahasiswa ternyata sangat mungkin untuk melemahkan mereka, bahkan
melumpuhkan segala bentuk potensi melawan yang dimilikinya. Itu tergambar
misalnya pada masa Orde-baru, bagaimana penguasa memaksimalkan alat-alat
kekuasaanya, dalam hal ini aparat negara, untuk secara paksa membendung sikap
kritis mahasiswa. Kemudian secara ideologis mahasiswa juga dilemahkan melalui
kebijakkan mekanisme pendidikan. Orde-baru berhasil”memborgol”nyali mahasiswa
melalui NKK/BKK. Dimana NKK/BKK menganulir semua aktivitas mahasiswa dan
meletakkannya dibawah kontrol penuh perangkat kampus seperti dosen, dekan,
rektor dan pembantu rektor. Upaya ini berhasisl membekab suara-suara mahasiswa.
Walhasil Orba ajeg selama 32 tahun. Entah apakah “pendidikan karakter” dan
amburadulnya kurikulum pendidikan serta lahirnya Undang-Undang Perguruan Tinggi
merupakan bagian dari melemahkan gerakkan mahasiswa atas nama moral dan standar
pendidikan. Yang pasti indikasi gerakkan mahasiswa di abad 21 ini menunjukkan adannya involusi
gerakkan mahasiswa, reformasi hanya melahirkan semangat berkisah tentang
keagungan masa lalu. Cita-cita reformasi jauh pangang dari api. Ini berbanding
terbalik dengan era Orde-baru yang mencekam tetapi justru kondisi menekan dan
manipulatif ini mendorong mahasiswa untuk bangkit dan bersatu untuk melawan.(Di kutib dari buku; Mahasiswa dalam Pergulatan Politik, hal 4-6, karya: Ahmad Siboy dan Harlianto. Jakarta: Nirmana Media 2014)
Mahasiswa adalah penerus perjuangan bangsa yang nantinya akan mengemban tampuk pimpinan umat, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Mahasiswa juga dihadapkan pada persaingan global dan kesempatan kerja yang semakin sempit dan kompetitif. Dari pemikiran tersebut maka perlu disiapkan mulai dari sekarang individu yang handal baik dari segi mental, daya saing dan keunggulan keterampilan yang dapat dipergunakan sebagai nilai tambah dari lulusan perguruan tinggi.
Vakumnya kegiatan kemahasiswaan di lingkungan kampus STAINU Malang kiranya cukup mengundang keprihatinan. Bagaimana seorang mahasiswa yang seharusnya aktif, penuh ide pembaruan menjadi tidak tertarik untuk terjun dan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan organisasi. Hal ini cukup beralasan karena mahasiswa belum paham akan pentingnya suatu organisasi dan peran kelembagaan di tambah tidak adanya regenerasi sehingga banyak mahasiswa yang belum mengenal adanya BEM yang ada di lingkungan akademik.
BEM STAINU Malang adalah organisasi kegiatan intra kampus yang terbentuk sebagai wadah untuk mengembangkan ketrampilan baik berupa ketrampilan teknik yang sesuai bidang jurusan masing-masing (Hard Skill) dan pembentukan jiwa kepemimpinan Mahasiswa juga kemampuan dalam berorganisasi (Hard Skill) dimana kedua komponen tersebur merupakan syarat pokok dalam mempersiapkan persaingan individu yang semakin kompetitif. Keberadaan mahasiswa sebagai agent of change mempunyai peran strategis dalam mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat madani yang lebih baik secara fisik maupun secara moral. Kehidupan yang dinamis di dalam kehidupan kampus tidak terlepas dari kinerja masing-masing pihak yang berkompeten berada di dalamnya yang salah satu unsurnya adalah organisasi kemahasiswaan.
Kecenderungan dari mahasiswa pada umumnya untuk bersifat acuh tak acuh, sifat apatis dan pragmatis terhadap segenap persoalan dan kondisi lingkungan, sosial budaya, politik, lingkungan dan kemasyarakatan. dalam lingkup kemahasiswaan, fakultas, universitas, bangsa dan negara maupun perkembangan dunia internasional menjadikan salah satu pemikiran dan perlu adanya kelangsungan hidup bangsa untuk menciptakan bangsa yang mandiri dan bermartabat.Catatan : Mahasiswa.Pejuang
No comments:
Post a Comment